PALU– Kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penjualan lahan mangrove seluas sekitar 30 hektar di Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, yang melibatkan PT. Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG), kini tengah dalam penyidikan.
Penyidik Kejati Sulawesi Tengah memaparkan kasus tersebut bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulawesi Tengah untuk menentukan ada atau tidaknya unsur kerugian negara.
Beberapa pihak, termasuk pemegang surat keterangan tanah (SKT), mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ambunu, serta Kepala Desa setempat, telah dimintai keterangan.
“Untuk perkara BTIG, penyidik sedang berkoordinasi dengan Auditor Negara (BPK) dan dalam waktu dekat akan melakukan pemaparan terkait kerugian keuangan negara,”kata La Ode Abdul Sofian, Kasipenkum Kejati Sulteng, di Palu, Rabu 18 September 2024.
Ia mengatakan, hari ini penyidik telah melakukan pemaparan dengan auditor BPK RI untuk menentukan ada tidaknya unsur kerugian keuangan negara.
Kasus tersebut bermula dari laporan Akhmad, mantan Ketua BPD Ambunu, terkait penjualan hutan mangrove yang terletak di belakang pemukiman warga. Lahan tersebut, yang sebelumnya tidak memiliki pemilik, mulai dijual ketika BTIIG masuk sebagai investor pada akhir 2022.
Perusahaan tersebut membeli lahan dengan harga Rp500 juta per hektar. Saat ini, di lahan yang telah dibersihkan, berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang segera akan diresmikan.
Sebelum penjualan berlangsung, BPD telah beberapa kali mengusulkan kepada kepala desa agar hasil penjualan lahan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Usulan tersebut termasuk opsi untuk membagikan hasil penjualan secara merata atau membangun fasilitas umum seperti gedung serbaguna.
Namun, usulan tersebut diabaikan, meskipun masyarakat khawatir hilangnya hutan mangrove akan berdampak pada ekosistem, mata pencaharian, dan perlindungan alami dari bencana seperti tsunami.**