Palu — Di tengah derasnya arus globalisasi dan perubahan lanskap politik lokal, Drs. H. Longki Djanggola, M.Si, anggota Komisi II DPR RI, menyerukan pentingnya membumikan praktik politik di tingkat lokal yang tetap berpijak pada nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa. Seruan ini disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Gedung Pertemuan, Jalan Elang, Palu, Kamis (15/5/2025).
Kegiatan ini membawa tema yang relevan dengan kondisi demokrasi lokal hari ini: “Penguatan Wawasan Kebangsaan dan Implementasi Empat Pilar dalam Praktik Politik di Aras Lokal.” Longki memandang bahwa tekanan globalisasi, laju teknologi, serta fragmentasi politik daerah menjadi tantangan serius bagi keberlangsungan politik yang berintegritas.
“Sosialisasi ini menjadi momentum strategis untuk membangun kesadaran kolektif dan memperkuat integritas kepemimpinan lokal agar tetap berpijak pada nilai luhur bangsa,” kata Longki dalam sambutannya.
Empat Pilar yang dimaksud—Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika—bukan sekadar konsep abstrak, tetapi harus menjadi nilai kerja dalam praktik politik di daerah. Menurut Longki, integritas politik tidak lahir dari regulasi semata, tapi dari fondasi nilai kebangsaan yang ditanam sejak awal.
Ketika Politik Lokal Terjebak Transaksionalisme
Politik lokal Indonesia dalam dua dekade terakhir banyak dikritik karena terlalu transaksional, elitis, dan abai terhadap nilai ideologis. Dalam konteks inilah, upaya sosialisasi Empat Pilar dapat dibaca sebagai intervensi ideologis negara untuk menahan laju erosi nilai dalam politik elektoral.
Hadir pula Dr. Sahran Raden, S.Ag, SH, MH, akademisi, mantan Komisioner KPUD Sulteng sekaligus pengamat politik lokal, yang mengurai lebih dalam soal bagaimana pilar-pilar tersebut bisa berfungsi dalam tataran praksis. Sahran menegaskan bahwa politik yang bermartabat hanya akan terwujud bila ada kontinuitas antara nilai dan tindakan di lapangan.
Aspirasi Mahasiswa: Pendidikan sebagai Masalah Keadilan
Dalam sesi tanya jawab, isu lain mencuat dari kalangan mahasiswa: keterbatasan akses terhadap beasiswa pendidikan tinggi, khususnya bagi anak-anak daerah. Longki merespons bahwa isu pendidikan merupakan bagian dari mandat konstitusional dan akan diperjuangkan di parlemen.
“Kami akan komunikasikan langsung ke Komisi X, ke Ibu Nilam. Kami sudah pula berbicara dengan anggota DPR RI lainnya dari Sulawesi Tengah. Kami punya komitmen untuk memperjuangkan hal semacam ini secara bersama-sama,” ujar Longki.
Pernyataan tersebut menjadi refleksi bahwa praktik politik lokal yang berintegritas tak berhenti di ruang diskusi ideologi, tetapi juga harus menjawab kebutuhan konkret masyarakat: pendidikan dan keadilan sosial.
Politik Lokal: Antara Identitas dan Integritas
Melalui kegiatan ini, Longki berharap agar pemahaman terhadap Empat Pilar tidak berhenti pada seremoni tahunan. Ia menekankan bahwa politik lokal yang berpijak pada Empat Pilar akan memperkuat jati diri bangsa sekaligus membendung pengaruh pragmatisme politik yang kian menjangkiti elite daerah.
Membumikan nilai kebangsaan berarti menyematkannya dalam keputusan anggaran, program pembangunan, hingga dalam relasi kuasa antara pemerintah daerah dan rakyat. Dalam kerangka itu, Empat Pilar bukan sekadar simbol—tetapi arah moral politik kita hari ini. ***